Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

Suku Buton Sulawesi Tenggara Indonesia

Seperti dengan suku-suku yang ada di Sulawesi kebanyakan, suku Butonini  juga merupakan suku pelaut. Orang-orang Buton sejak lama rata-rata merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Secara umum, orang Buton adalah masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Kesultanan Buton. Daerah-daerah itu kini telah menjadi beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara diantaranya Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Muna. Namun, kini masyarakat Muna lebih senang menyebut diri mereka sebagai orang Muna dibandingkan orang Buton.

Kebudayan Buton adalah kebudayaan yang tertua dan terkaya di Jazirah Tenggata Pulau Sulawesi. Kekayaan dan keontentikan kebudayaan ini masih dapat di lihat dari banyaknya peninggalan budaya dari masa lampau yang masih utuh dan tetap terpelihara baik dalam bentuk bangunan, adat istiadat dalam perilaku masyarakat maupun dalam bentuk karya seni.

Sebagai suatu masyarakat Buton mulai tercatat dalam dalam literatur sejak abad-13. Dalam buku Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca tahun 1365 terungkap nama Butun-Banggawi sebagai suatu tempat yang termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit. Pada masa itu kiranya di kawasan ini telah berdiri suatu masyarakat kerajaan dengan susunan sosial politik yang relatif teratur. Selain nama Buton tidak terlepas pula nama Wolio untuk menyebut masyarakat kerajaan ini.

Selain merupakan masyarakat pelaut, masyarakat Buton juga sejak zaman dulu sudah mengenal pertanian. Komoditas yang ditanam antara lain padi ladang, jagung, singkong, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang, dan segala kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Orang Buton terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga saat ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah Kesultanan Buton, diantaranya Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terbesar di dunia, Istana Malige yang merupakan rumah adat tradisional Buton yang berdiri kokoh setinggi empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata uang Kesultanan Buton yang bernama Kampua, dan banyak lagi.


Kebesaran suatu kaum dapat di ukur dari kontribusi yang di sumbangkan oleh kaum tersebut terhadap peradaban. Apa yang telah disumbangkan oleh Orang Buton sebagai suatu kaum terhadap peradaban?

Dalam Hikayat Sipanjonga disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Buton adalah Mia Patamiana yang secara harfiah dapat diartikan sebagai “orang yang empat”. keampat orang ini yang terdiri dari Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo dan Sijawangkati berasal dari Johor Semenanjung Malaya. Mereka mendarat di daratan Buton dalam dua rombongan. rombongan Sipanjongan dan Simalui mendarat di Kalampa sedangkan rombongan Sitamanajo dan Sijawangkati mendarat di Walalogusi. mereka kemudian membangun pemukiman di tepi pantai tempat mereka mendarat. Selanjutnya mereka kemudian bergabung membangun pemukiman baru. Dalam membangun pemukiman baru tersebut mereka membuka hutan dan menebangi kayu yang dalam bahasa setempat di sebut Welia. Dari kata Welia inilah konon muncul nama Wolio.

Dalam kisah lain disebutkan adanya kelompok masyarakat yang hidup di daerah pedalaman Pulau Buton. Mereka dipimpin oleh Dungkucangia yang dikisahkan sebagai seorang Komandan tentara Kubilai Khan yang diperintahkan untuk menghancurkan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosasi. Dalam sejarah tercatat bahwa misi yang dijalankan oleh pasukan tentara Kubilai Khan tersebut kemudian digagalkan, dihancurkan dan cerai beraikan oleh Raden Wijaya yang selanjutnya mendirikan Kerajaan Majapahit. Dungkucangia ini dikisahkan sebagai bagian dari Tentara Kubilai Khan yang tercerai berai tadi yang tidak kembali lagi kenegerinya yang kemudian mendarat di Pulau Buton dan memimpin Kerajaan Tobe-Tobe. Oleh karena suatu perbedaaan kepentingan Sijawangkati dan Dungkucangia terlibat dan perselisihan yang harus diselesaikan melalui adu kesaktian dalam suatu pertarungan. tidak ada yang menang dan kalah dalam pertarungan tersebut sehingga mereka kemudian bersepakat untuk membangun kehidupan dalam suatu ikatan persaudaraan. Sebagai wujud ikatan persaudaraan tersebut Dungkucangia kemudian memasukkan Kerajaan Tobe-Tobe yang dipimpinnya dalam wilayah Kerajaan Buton.

Adapun kisah terjadinya Buton dalam versi Islam adalah ketika seorang musafir arab di perintahkan oleh Rasulullah SAW untuk berlayar ke timur menuju ke sebuah pulau yang sudah lama merindukan kedatangan Islam. Setibanya di Bulau tersebut, Musafir menaruh jubahnya di suatu tempat sehingga jubah tersebut menjadi perhatian penduduk setempat. mereke ingin mengetahui siapa pemilik jubah tersebut. Sementara itu bertengger 7 ekor burung di pohon dekat jubah, sambil menyuarakan bergantian ” butuni-butuni-butuni” maka bersujudlah orang-orang di sana begitu melihat ternyata musafir tersebut adalah seorang Waliyyullah. dari kata Waliyullah tersebutlah kemudian di sebut Wolio.

Dari Berbagai Sumber.