Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Iklan Bar

Sejarah Budaya Suku Dayak Kalimantan Indonesia

Sejarah suku dayak asli di kalimantan Indonesia, Dayak atau Daya Dajak atau Dyak  adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau dan Tidung Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).


Arti Kata Dari Suku Dayak
Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai.

Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan linguis seperti Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat asal bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.



Sejarah Mula Suku Dayak
Orang Austronesia bukan penghuni pertama pulau Borneo. Antara 60 000 dan 70 000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.

Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Batang Labuan Amas dan Batang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Kaisar Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.


Budaya dalam Bentuk Tarian
Membahas kebudayaan Kalimantan Tengah, maka membahas pula sisi implementasi kulturalnya. Misalkan kita ambil contoh Tari Mandau, adalah salah satu dari berbagai jenis tari dari Kalimantan Tengah.

Dalam pandangan nama, tarian ini menggunakan salah satu senjata yang merupakan pedang dan talawang (perisai) khas Dayak. Tari Mandau juga dibagi menjadi berbagai jenis gerakan sesuai dengan wilayah suku Dayak yang ada.

Menurut suku Dayak itu sendiri, Mandau adalah simbol dari semangat masyarakat Dayak dalam membela harkat dan martabat. Hal ini juga melambangkan suku Dayak dalam menjelaskan kejantanan para pria dalam menghadapi segala macam tantangan dalam aspek kehidupan lainnya.

Selain itu, tarian ini juga menjelaskan bagaimana suku Dayak mempertahankan tanah air dan wilayah mereka. Dalam setiap acara Mandau didampingi irama suara Gandang dan Garantung yang terdengar lantang.

Harmonisasi irama musik tradisional menimbulkan suasana penuh semangat. Dan mengundang mereka yang mendengar dan melihat tari Mandau untuk mendapatkan lebih banyak gairah. Tujuannya, agar siap terjun ke medan perang.

Ada juga Tari Kancet yang menceritakan sisi kepahlawanan Dayak Kenyah terhadap lawan-lawan mereka. Gerakan tari ini sangat hidup, lincah, energik, dan kadang-kadang diikuti dengan jeritan para penari.

Ada banyak tarian lainnya dari suku Dayak yang tak kalah menarik untuk Anda pelajari. Di antaranya adalah Serumpai, Gantar, Kancet Lasan, Kancet Ledo atau Tari Gong, Belian Bawo, Ngerangkau, Kuyang, Baraga’Bagantar, Datun, dan Pecuk Kina.