MAKALAH MORAL DAN KEPRIBADIAN AMANAH DALAM PANDANGAN ISLAM
MAKALAH
MORAL & KEPRIBADIAN
AMANAH DALAM
PANDANGAN ISLAM
N
A M A : F I T R I A N I
S
E M E S T E R : 2 (DUA)
P
R O D I : PENDIDIKANBAHASA ARAB
I N S T I T U T I L M U A L Q U R’ A N
J A N N A T
U A D N I N
K E N D A R I
2 0 1 4
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu dan senang
tiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “AMANAH DALAM PANDANGAN ISLAM”
saya berusaha dengan penuh kesabaran dan keuletan untuk dapat memaksimalkan
tugas ini.
Kami telah menyusun makalah ini
dengan sebaik mungkin. Akan tetapi kami menyadari makalah kami ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan demi memperbaiki makalah ini nantinya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, dalam meningkatkan proses pembelajaran dalam mata kuliah “ETIKA MORAL
DAN KEPRIBADIAN”.
KENDARI, 8
Mei 2014
PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang.................................................................................................................
b.
Rumusan masalah.............................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Amanah..........................................................................................................
b.
Amanah Dan
Iman...........................................................................................................
c.
Macam-macam
Amanah..................................................................................................
d.
Makna
Amanah................................................................................................................
e.
Dalil-dalil Amanah..........................................................................................................
f.
Hubungan Amanah
Keimanan.........................................................................................
g.
Jenis-jenis Amanah..........................................................................................................
BAB
III PENUTUP
a.
Kesimpuan.......................................................................................................................
b.
Saran...............................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Sebagian
besar masyarakat kita masih beranggapan bahwa amanah atau kepercayaan dalam
bentuk jabatan dipandang sebagai anugerah. Konsekuensinya adalah kerap kali
ketika memperoleh jabatan, banyak orang yang melaksanakan upacara syukuran.
Bahkan dalam tingkat tertentu, acara tersebut dilakukan secara berlebihan
(mubazir). Tidak ada maksud untuk menyatakan syukuran itu salah. Hanya saja
fenomena itu dapat dijadikan bukti bahwa amanah sering diidentikkan dengan
anugerah.
Sampai di sini menjadi menarik jika dianalisis dari sudut semantik. Sebagaimana
yang akan dijelaskan nanti salah satu makna amanah adalah pembebabanan yang
meniscayakan tanggungjawab. Jika penerimaan amanah disikapi dengan syukuran
sama artinya ketika mendapatkan pembebanan yang umumnya berat manusia malah
bersyukur. Bagi sebagian orang amanah memang nikmat (anugerah)
B. Rumusan
Masalah
- Pengertian Amanah
- Amanah dan Iman
- Macam-Macam Amanah
- Makna Amanah
- Dalil-Dalil Syariat
- Hubungan Amanah Dengan Keimanan
- Jenis-Jenis Amanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amanah
Rasulullah
saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada
agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah
adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu.
Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau
dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada
pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah
kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Ayat
di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan
hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah
adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini di
perkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara
manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam
hukum itu merupakan salah satu amanah besar.
Itu
juga di perjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin
dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki
adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas
anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya.
Seorang
hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih). Dan Allah SWT. berfirman:
“Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung.
Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab
72)
Dari
nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya
terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang
seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk
menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang
terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di
atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana
mestinya.
B. Amanah
dan Iman
Amanah
adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda
Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman
pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak
menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Barang
siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang
mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat,
dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan
oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana
disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda,
“Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah
amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika
suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.”
(Al-Bukhari)
C. Macam-macam
Amanah
Pertama,
amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia
senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah
selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam semesta. Allah swt.
berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan
kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172).
Akan
tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada
dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa
nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus
memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi
kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Kedua,
amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah SWT. telah
menjad©ikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang
kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan
fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya;
menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan
mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena
lupa.” (hadits shahih)
Ketiga,
amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah untuk
menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan
pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi
pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Keempat,
amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah
untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah
orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus
berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini
tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat
0yang baik.” (An-Nahl: 125). Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika Allah memberi
petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda
lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)
Kelima,
amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar manusia
tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya. Tentang amanah
yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah mensyariatkan bagi kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan
Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.”
(Asy-Syura: 13)
Keenam,
amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban,
seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang
yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
D. MAKNA AMANAH
1.
Secara Bahasa: Bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan)
2.
Secara Definisi: Seorang muslim memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal
ini didasarkan pada firman ALLAH SWT: “Sesungguhnya ALLAH memerintahkan kalian
untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika
menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4/58)
Maka
yang termasuk amanah bukan hanya dalam hal materi atau hal yang berkaitan
dengan kebendaan saja, melainkan berkaitan dengan segala hal, seperti memenuhi
tuntutan ALLAH adalah amanah, bergaul dengan manusia dengan cara yang terbaik
adalah amanah, demikian seterusnya.
E.
DALIL-DALIL SYARIAT
1.
Al-Qur’an: Kedua firman ALLAH SWT di atas (QS 4/58; 33/72) dan QS 2/283; 8/27;
23/8; 70/32
2.
As-Sunnah:
“Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban
kelak di hari Kiamat, seorang pemimpin pemerintahan adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya, suami adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawaban tentang anggota keluarganya, istri adalah pemimpin
dan akan diminta pertanggungjawaban tentang rumah tangga suaminya serta
anak-anaknya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang harta benda majikannya, ingatlah bahwa setiap kalian
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari Kiamat.” (HR
Muttafaq ‘alaih, dalam Lu’lu wal Marjan hadits no. 1199)
“Ada
4 perkara yang jika semuanya ada pada dirimu maka tidak berbahaya bagimu apa
yang terlepas darimu dalam dunia: Benar ketika berbicara, menjaga amanah,
sempurna dalam akhlaq, menjaga diri dari meminta.” (HR Ahmad dalam musnadnya
2/177; Hakim dalam al-Mustadrak 4/314 dari Ibnu Umar ra; berkata Imam
al-Mundziri ttg hadits ini: Telah meriwayatkan Ahmad, Ibnu Abi Dunya, Thabrani,
Baihaqi dengan sanad yang hasan, lih. At-Targhib wa Tarhib 3/589)
F.
HUBUNGAN AMANAH DENGAN KEIMANAN
1.
Amanah Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan
dan mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada
iman pada orang-orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama
pada orang yang tidak bisa dipegang janjinya.” (HR Ahmad 3/135, Ibnu Hibban
dalam shahihnya Mawarid azh-Zham’an-47, al-Bazzar dalam musnadnya Kasyful
Astar-100, lih. Juga dalam Albani Shahih Jami’ Shaghir-7056.
2.
Hilangnya Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah
dipegangnya amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut.
Sabda nabi SAW: “Ketika amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya
Kiamat.” Kata para sahabat ra: Bagaimanakah disia-siakannya wahai rasuluLLAH?
Jawab nabi SAW: “Ketika suatu urusan dipegang oleh yang bukan ahlinya maka
tunggulah tibanya Kiamat.’” (HR Bukhari dalam Fathul Bari’ hadits no. 59 dan
6496)
3.
Hilangnya Amanah Terjadi Bertahap, sebagaimana sabda nabi SAW: “Seorang
tertidur maka hilanglah amanah dari hatinya bagaikan titik hitam, lalu ketika
ia tertidur lagi maka hilanglah amanah tersebut bagaikan bekas/jejak,
demikianlah seterusnya sampai tidak ada lagi amanah dihatinya, dan tidak ada
lagi di hati manusia, sehingga mereka tidak menemukan lagi orang yang amanah.
Maka berkatalah sebagian mereka: Di tempat anu masih ada seorang yang bisa
dipercaya. Sampai dikatakan kepada seseorang: Ia tidak bisa dipegang, tidak
berakal, tidak ada dihati mereka sebesar biji sawi dari keimanan.” (HR Muslim
dalam Mukhtashar Shahih Muslim hadits no. 2035)
G. JENIS-JENIS
AMANAH
Islam
adalah agama yang sempurna, ia adalah sistem yang mencakup
IPOLEKSOSBUDHANKAM
(Idiologi, POLitik, Ekonomi, SOSial BUDaya serta pertaHANan dan KeAManan).
Islam tidak hanya bicara aqidah atau ibadah saja melainkan ia adalah sebuah
sistem yang paripurna mencakup aqidah dan ibadah,
agama dan
negara, peradaban dan pedang.
Oleh
karenanya maka amanah yang dibebankan ALLAH SWT atas seorang muslim adalah
mengarahkan semua sistem di atas agar sesuai dengan aturan ALLAH SWT, dan
membebaskan manusia dari penyembahan manusia atas manusia dalam seluruh aspek
kehidupan menuju penyembahan kepada ALLAH SWT saja, tiada sekutu bagi-NYA,
untuk-NYA kita beramal dan kepada-NYA kita akan kembali.
Oleh
karena itu maka amanah yang diberikan kepada manusia adalah sebagai berikut:
1.
Amanah
Fithrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia dalam
rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa ALLAH
SWT sebagai RABB/Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7/172).
2.
Amanah
Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan ALLAH SWT dan memenuhi
perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah
ini maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika
ia bodoh terhadap dirinya maka ia akan bodoh terhadap RABB-nya (QS 33/72).
3.
Amanah
Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum ALLAH
SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara (QS
4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun
tafrith (longgar/berkurangan).
4.
Amanah
Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai dengan
aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat
serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS 2/283).
5.
Amanah
Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh
dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan
nahi munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran
dan kasih-sayang (QS 23/8).
6.
Amanah
Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan
kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh
imperialisme kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS
8/27).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amanah
adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu.
Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau
dipercayakan.
Amanah
Merupakan Tuntutan Iman, dan khianat merupakan tanda hilangnya keimanan dan
mulai merasuknya kekafiran dalam diri seseorang. Sabda nabi SAW: “Tidak ada
iman pada orang-orang yang tidak ada amanah dalam dirinya, dan tidak ada agama
pada orang yang tidak bisa dipegang janjinya.
Hilangnya
Amanah Merupakan Tanda Kiamat, yang salah satu cirinya adalah dipegangnya
amanah oleh yang orang-orang bukan ahlinya dalam masalah tersebut. Sabda nabi
SAW: “Ketika amanah telah disia-siakan maka tunggulah tibanya Kiamat
As-Sunnah
:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari Kiamat
B. Saran
Amanah merupakan sesuatu kepercayaan
yang diberikan kepada umat manusia dari siapapun kepada siapapun dan harus
dipertanggung jawabkan baik burukya dihadapan Allah swt
DAFTAR PUSTAKA
Dedi
Supriadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia
Amrullah, Kusyana, 1995, Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: CV Armico
Tatang Ibrahim. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: CV Armico
http://id.wikipedia.org