Contoh MAKALAH PEMBANGUNAN EKONOMI BERBASIS PENGEMBANGAN MINAPOLITAN
MAKALAH
PEMBANGUNAN EKONOMI BERBASIS PENGEMBANGAN MINAPOLITAN
Di Susun Oleh:
NAMA : ALIMAIN
STAMBUK : B1 A2 08 034
FAKULTAS : EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 25/2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang No. 26/2007
tentang Penataan Ruang dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, maka terjadilah perubahan gradual dalam konsep
pembangunan nasional. Perubahan paradigma pembangunan ini terlihat dari aspek
perencanaan, aspek pengelolaan sumber daya, dan aspek kelembagaannya. Dari
aspek perencanaan terjadi perubahan pendekatan dari top-down menjadi bottom-up.
Hal ini berarti bahwa pembangunan nasional harus tetap dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh
dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan dengan menggunakan dan
memanfaatkan potensi sumber daya secara optimal. Dengan demikian, daerah akan
memutuskan pola dan bentuk kawasan yang akan dikembangkan dengan produk
unggulan potensi daerah dalam mendukung pembanguan ekonomi daerah.
Perubahan paradigm pembangunan dari sentralistik ke
desentralistik, akan memberikan implikasi bahwa Pemerintah Daerah harus mampu
mengelola sumber dana untuk membiayai pembangunan daerahnya. Peran Pemerintah
Pusat yang semula bersifat sektoral secara bertahap beralih ke Pemerintah
Daerah, khususnya Kabupaten/Kota, sehingga kelembagaan local dalam pembangunan
ekonomi daerah akan semakin penting dan diakui keberadaannya.
Desentralisasi artinya
pembangunan dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip, antara lain sebagai
berikut :
a. Masyarakat
sebagai pelaku utama dalam pengelolaan dan pengambilan manfaatnya;
b.
Masyarakat sebagai pengambil keputusan dan menentukan
system pengusahaan dan pengelolaan yang tepat;
c.
Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan;
d.
Kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak;
e.
Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat atau
rakyat;
f.
Pendekatan pengusahaan didasarkan pada keanekaragaman
hayati dan keanekaragaman budaya.
Kewenangan Pemerintah Daerah
dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan adalah sangat luas, antara lain
adalah :
a.
Menetapkan target pertumbuhan;
b.
Menetapkan tahap dan langkah pembangunan kawasan sesuai
dengan potensi yang dimiliki;
c.
Menetapkan persetujuan kerja sama regional di bidang
perdagangan yang berlandaskan pada produksi local yang dihasilkan oleh sentra0sentra
komoditas tertentu;
d.
Melakukan berbagai macam negosiasi yang bertujuan
mewujudkan konsepsi pertumbuhan ekonomi regional;
e.
Menetapkan institusi pendukung kebijakan untuk
pertumbuhan ekonomi regional;
f.
Mengembangkan system informasi untuk promosi
kegiatan-kegiatan ekonomi regional.
Dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada terkait
dengan pengembangan perikanan dalam arti luas, maka diupayakan suatu pendekatan
melalui produk yaitu perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya
(Minapolitan). Perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya
(Minapolitan) merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan lahan/potensi yang ada
dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan penataan ruang
perikanan di pedesaan. Pengelolaan ruang perikanan budidaya adalah arahan
kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan
perikanan dan usaha-usaha berbasis perikanan lainnya dalam skala nasional.
Sedangkan pengelolaan ruang kawasan sentra produksi perikanan nasional dan
daerah merupakan arah kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang bagi peruntukkan
perikanan secara umum.
B. Tujuan
Tujuan pengembangan kawasan Minapolitan adalah untuk
mendorong percepatan pengembangan wilayah dengan kegiatan perikanan sebagai
kegiatan utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
dengan mendorong keterkaitan desa dan kota dan berkembangnya system dan usaha
minabisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak
lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan
Masyarakat) di kawasan Minapolitan.
Dengan berkembangnya system dan usaha minabisnis, maka di
kawasan Minapolitan tidak saja dibangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi
juga off farm-nya yaitu usaha minabisnis hulu (pengadaan sarana perikanan) dan
jasa penunjangnya. Dengan demikian akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan
pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya
urbanisasi tenag produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
C.Rumusan Masalah
Yang menjadi
masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana persiapan Sultra dalam
Program Minapolitan
2. Potensi dan Permasalahan Ekologi Sultra
Secara Berkelanjutan
BAB II
ACUAN TEORI
A. KESIAPAN INDONESIA MENUJU MINAPOLITAN
Konsep mengenai Minapolitan, yang saat ini menjadi program
utama KKP selain Revolusi Biru. Jika kita mendengar sekilas, minapolitan
berasal dari kata mina yang berarti ikan dan politan yang berarti polis atau
kota sehingga secara bebas dapat diartikan sebagai kota perikanan. Pengembangan
konsep dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan
perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya
sebuah kota. Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi kelautan dan
perikanan yang pada umumnya berada di daerah pedesaan lambat berkembang karena
kurangnya sarana, prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Kualitas sumberdaya manusia
juga relatif rendah dibandingkan dengan sumberdaya manusia di daerah perkotaan.
Kawasan pedesaan lebih banyak berperan sebagai penyedia bahan baku, sedangkan
nilai tambah produknya lebih banyak dinikmati di daerah perkotaan. Bahkan
hubungan ekonomi kota dan desa sering eksploitatif, sehingga ekonomi masyarakat
di daerah pedesaan sulit berkembangkan.
Dengan konsep Minapolitan pembangunan sektor kelautan dan
perikanan diharapkan dapat dipercepat. Kemudahan-kemudahan atau peluang yang
biasanya ada di daerah perkotaan perlu pula dikembangkan di daerah-daerah
pedesaan, seperti prasarana, sistem pelayanan umum, jaringan distribusi bahan
baku dan hasil produksi di sentra-sentra produksi. Sebagai sentra produksi,
daerah pedesaan diharapkan dapat berkembang sebagaimana daerah perkotaan dengan
dukungan prasarana, energi, jaringan distribusi bahan baku dan hasil produksi,
transportasi, pelayanan publik, akses permodalan, dan sumberdaya manusia yang
memadai.
Secara konseptual Minapolitan mempunyai 2 unsur utama yaitu,
1) Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan
berbasis wilayah dan 2) Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan
komoditas utama produk kelautan dan perikanan.
Secara ringkas Minapolitan dapat didefinisikan sebagai
berikut: Minapolitan adalah Konsep Pembangunan Ekonomi Kelautan dan Perikanan
berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan berdasarkan
prinsip-prinsip 1) integrasi, 2) efisiensi, 3) kualitas, dan akselerasi tinggi.
Sementara itu, Kawasan Minapolitan adalah kawasan ekonomi berbasis kelautan dan
perikanan yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan, jasa,
permukiman, dan kegiatan lainnya yang saling terkait.
Konsep Minapolitan didasarkan pada 3 azas, yaitu
demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat, pemberdayaan
masyarakat dan keberpihakan dengan intervensi negara secara terbatas (limited
state intervention), dan penguatan daerah dengan prinsip: daerah kuat – bangsa
dan negara kuat. Ketiga prinsip tersebut menjadi landasan perumusan kebijakan
dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan perikanan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan
menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan.
Dengan konsep Minapolitan diharapkan pembangunan sektor
kelautan dan perikanan dapat dilaksanakan secara terintegrasi, efisien,
berkualitas, dan berakselerasi tinggi.
Pertama, prinsip integrasi diharapkan dapat mendorong agar
pengalokasian sumber daya pembangunan direncanakan dan dilaksanakan secara
menyeluruh atau holistik dengan mempertimbangkan kepentingan dan dukungan
stakeholders, baik instansi sektoral, pemerintahan di tingkat pusat dan daerah,
kalangan dunia usaha maupun masyarakat. Kepentingan dan dukungan tersebut dibutuhkan
agar program dan kegiatan percepatan peningkatan produksi didukung dengan
sarana produksi, permodalan, teknologi, sumberdaya manusia, prasarana yang
memadai, dan sistem manajemen yang baik.
Kedua, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus dilaksanakan
secara efisien agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan biaya murah namun
mempunyai daya guna yang tinggi. Dengan konsep minapolitan pembangunan
infrastruktur dapat dilakukan secara efisien dan pemanfaatannya pun diharapkan
akan lebih optimal. Selain itu prinsip efisiensi diterapkan untuk mendorong
agar sistem produksi dapat berjalan dengan biaya murah, seperti memperpendek
mata rantai produksi, efisiensi, dan didukung keberadaan faktor-faktor produksi
sesuai kebutuhan, sehingga menghasilkan produk-produk yang secara ekonomi
kompetitif.
Ketiga, pelaksanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan
harus berorientasi pada kualitas, baik sistem produksi secara keseluruhan,
hasil produksi, teknologi maupun sumberdaya manusia. Dengan konsep minapolitan
pembinaan kualitas sistem produksi dan produknya dapat dilakukan secara lebih
intensif.
Keempat, prinsip percepatan diperlukan untuk mendorong agar
target produksi dapat dicapai dalam waktu cepat, melalui inovasi dan kebijakan
terobosan. Prinsip percepatan juga diperlukan untuk mengejar ketinggalan dari
negara-negara kompetitor, melalui peningkatan market share produk-produk
kelautan dan perikanan Indonesia tingkat dunia. Selanjutnya, konsep minapolitan
akan dilaksanakan melalui pengembangan kawasan minapolitan di daerah-daerah
potensial unggulan. Kawasan-kawasan minapolitan akan dikembangkan melalui
pembinaan sentra-sentra produksi yang berbasis pada sumber daya kelautan dan
perikanan. Setiap kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala
ekonomi relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang
terlibat dengan jenis komoditas unggulan tertentu. Dengan pendekatan sentra
produksi, sumber daya pembangunan, baik sarana produksi, anggaran, permodalan,
maupun prasarana dapat dikonsentrasikan di lokasi-lokasi potensial, sehingga
peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dipacu lebih cepat.
Agar kawasan minapolitan dapat berkembang sebagai kawasan
ekonomi yang sehat, maka diperlukan keanekaragaman kegiatan ekonomi, yaitu
kegiatan produksi dan perdagangan lainya yang saling mendukung. Keanekaragaman
kegiatan produksi dan usaha di kawasan minapolitan akan memberikan dampak
positif (multiplier effect) bagi perkembangan perekonomian setempat dan akan
berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan pendekatan kawasan dan sentra produksi, diharapkan
pembinaan unit-unit produksi dan usaha dapat lebih fokus dan tepat sasaran.
Walaupun demikian, pembinaan unit-unit produksi di luar kawasan harus tetap
dilaksanakan sebagaimana yang selama ini dijalankan, namun dengan konsep
minapolitan pembinaan unit-unit produksi di masa depan dapat diarahkan dengan
menggunakan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi
tinggi.
Penggerak utama ekonomi di Kawasan Minapolitan dapat berupa
sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya,
pengolahan ikan, atau pun kombinasi kedua hal tersebut. Sentra produksi dan
perdagangan perikanan tangkap yang dapat dijadikan penggerak utama ekonomi di
kawasan minapolitan adalah pelabuhan perikanan. Sementara itu, penggerak utama
minapolitan di bidang perikanan budidaya adalah sentra produksi dan perdagangan
perikanan di lahan-lahan budidaya produktif. Sentra produksi pengolahan ikan
dan perdagangan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan juga dapat dijadikan
penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan.
Menurut kami konsep ini idealnya dibawah pengawasan Bappenas
sebagai wadah pengawasan dan KKP sebagai pelaksana. Akan tetapi ada beberapa
poin penting yang harus diperhatikan dalam “proyek-proyek” kakap pemerintah.
pertama adalah mengenai pendanaan proyek. Tahun ini
pemerintah menganggarkan Rp. 4 Triliun untuk konsepan minapolitan, melihat
anggaran yang tidak terlalu “besar” untuk sebuah mega proyek seperti ini maka
sangat dibutuhkan sumber pendanaan di luar APBN seperti yang disampaikan oleh
Dr. Sunoto. Tidak memungkiri bahwa para investor sudah lama melirik minapolitan
sebagai salah satu tempat menanamkan modal yang cukup menjanjikan. Dan
lagi-lagi kami mengingatkan bahwa jangan sampai pemerintah melakukan kesalahan
fatal dalam perjanjian-perjanjian pendanaan, karena bisa jadi tujuan utamanya
tidak tercapai yaitu mensejahterakan rakyat dan yang paling penting jangan
sampai terjadi “kebocoran” pendanaan dalam jumlah besar alias jangan sampai
terjadi tindak pidana korupsi.
Kedua, prinsip integritas yang disebutkan di awal harus
jelas, pihak mana saja yang dilibatkan dalam minapolitan. Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus berada dalam satu meja, terutama bagi daerah-daerah
yang memang diutamakan dalam pelaksanaan minapolitan ini. Sehingga tidak ada
lagi saling lempar tanggung jawab antar stakeholder dalam pelaksanaan
minapolitan.
Ketiga, lingkungan juga harus menjadi perhatian utama jika
ingin menggunakan prinsip sustainable development. Masyarakat kita saat ini
masih beranggapan bahwa sumberdaya alam yang ada saat ini dapat diperoleh
secara cuma-Cuma. Pada hal sejatinya sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan jika lingkungan dalam kondisi yang baik sehingga sustainable
development tidak hanya tertera dalam konsep-konsep tertulis saja, tapi juga
bisa menjadi trend dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan dapat diaplikasikan.
1. Bagaimana Persiapan Sultra dalam Program
Minapolitan
Tahun 2011
ini, Pemerintah Sultra menargetkan peningkatan produksi perikanan sekitar 10
perrsen.Yakni produksi perikanan di tahun 2011 hanya 211 ribu ton.Angka
tersebut tentunya bisa diperoleh dengan ragam kegiatan pensuport.Diantaranta
nelayan sebagai objek pelaku penangkapan ikan harus diberikan fasilitas
lebih.Yakni mereka kiranya diberikan perlengkapan tangkap yang lebih
produktif.Contohnya selama ini sejumlah nelayan skala mikro hanya mencari ikan
di wilayah pesisir.Tapi didepannya bisa lebih tinggi lagi, yakni pada wilayah
lebih dari 5 mil.
Dengan area
tangkap lebih luas lagi, nelayan bisa memperoleh ikan yang lebih berkualitas
untuk bisa di ekspor, sehingga nilai jualnya lebih tinggi lagi, ketimbang kola
mereka memperoleh ikan biasa, yang marketnya hanya di pasar domestic.Pemerintah
pun telah memprogramkan tahun mendatang, yakni fasilitas kapal yang sebelumnya
berkualitas dibawah 5 GT, menjadi berkapasitas diatas 5 GT.
Sosialiasi
selanjutnya, pemerintah Sultra harus menyiapkan infrastruktur ekspor yang
layak.Misalnya saja pelabuhan, harus memungkinkan dimasuki kapal besar. Dengan
begitu kapal bisa mengangkut produksi dari Sultra ke luar negeri langsung,
tanpa harus melalui daerah lain (antar pulau). Kita yakni bahwa out put
perikanan Sultra banyak yang sudah masuk pasar Internasional, hanya
pengelolaannya melalui daerah lain, sehingga merekalah yang punya nama. Ini
karena laporan ekpor barang melalui pelabuhan daerah tersebut. Secara langsung
proses ini telah mengurangi pendapatan berupa retribusi untuk Sultra, yang
jatuh di daerah yang bersangkutan. Hal lain dari permasalahan ini, nilai jual
produk perikanan kita juga lebih rendah, karena di beli di bawah harga standar
ekspor.
Pembahasan
permasalahan terakhir, yakni tidak maksimalnya penggunaan DAK ke sejumlah
kabupaten di daerah ini harus ditelusuri.Setidaknya selama ini program ini
harus mendapat intervensi pemerintah pusat, atau setidaknya provinsi sebagai
lembaga coordinator.Pasalnya antara program pusat dan daerah bisa sinkron, kemudian
tujuan peningkatan produksi hasil perikanan tangkap bisa terwujud. Namun dalam
hal ini dirjend perikanan tangkap sudah mengintruksikan, tahun 2011 nanti, bagi
wilayah penerima DAK yang programnya tidak sesuai dengan program pusat, akan
dikenakan diskualifikasi. Diantaranya penghapusan DAK atau pengurangan.Tujuan
agar daerah betul-betul menggunakan anggaran DAK ini tepat sasaran sesuai
kebutuhan daerahnya.
Contohnya
anggaran untuk pendapatan sektor perikanan tangkap tahun 2010 sekitar Rp. 1.13
miliar bersumber dari APBN, kemudian dari APBD sekitar Rp. 1.78 miliar. Dana
tersebut digunakan untuk pengelolaan sumber daya perikanan seperti rehabilitasu
bibit-bibit ikan untuk disebar, pembinaan termasuk pengembangan sektor
perikanan.Demikian bantuan kepada sejumlah nelayan pesisir yakni berupa
fasilitas seperti kapal dan sarana penunjang lainnya.Tahun 2012 nanti,
pemerintah harus meningkat anggaran lebih besar lagi. Apbila akan adanya
konvensi tekhnologi, dari kapal di bawah 5 GT menjadi diatasnya, tentunya butuh
dana yang tidak sedikit.
2. Potensi dan permasalahan Ekologi
Sulawesi Tenggara pada Kawasan Mina Politan secara berkelanjutan
a. Penangkapan ikan
Perairan
laut Sultra mempunyai potensi lestari sumber daya ikan sebesar 250.000
ton/tahun, dan sampai tahun 2000 baru di manfaatkan sekitar 65.58% (Dinas
kelautan dan perikanan Sultra, 2001) data tersebut masih memerlukan klarifikasi
melalui penelitian untuk mendapatkan data yang lebih akurat, khususnya potensi
setiap jenis sumber daya ikan.
b. Budi daya perairan
Luas
Mangrove di Sultra yang berpotensi menjadi tambak sekitar 44.499 ha. Namun luas
tambak didaerah ini sampai tahun 1999 baru mencapai 13.672 ha dengan tingkat
produktifitas yang relative rendah, yaitu rata-rata sekita 699.16 kg/ha/tahun
dengan rincian: Udang 258.22 kg/ha/tahun dan Bandeng 440.49 kg/ha/tahun (Dinas
Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tenggara 2001) banyak perairan pantai dan teluk
yang potensial untuk di kembangkan sebagai kawasan pengembangan budidaya laut.
c. Terumbu Karang
Berdasarkan
hasil surfei yang pernah dilakukan provinsi Sultra pada tahun 2003, dari 272
desa pantai (7 kawasan), di temukan terumbu karang pada 168 Desa Pantari tetapi
sebagian telah mengalami Degradasi.
d. Hutan Mangrove
Bedasarkan
hasil penelitian tim yang bergabung dalam Cheiconics Internasional Division
(CICD), bekerjasama dengan pusat studi lingkungan Universitas Hasanuddin
Makasar pada tahun 1992, luas mangrove di Sulawesi Tenggara sesuai
interprestasi foto udara adalah 96.200 ha. Kemudian pada tahun 1996, turun
menjadi sekitar 70.840 ha.
e. Padang Lamun
Hasil
identifikasi di beberapa wilayah Sultra di temukan 9 jenis lamun dari 12 jenin lamun yang
ditemukan di perairan dangkal di Indonesia, jenis-jenis lamun tersebut di
temukan tumbuh bergerombol membentuk madang campuran dan madang monopesies.
f. Pariwisata Bahari
Potensi
wilayah Sultra terdiri dari pulau-pulau kecil dan sekitar 68 lokasi terumbu
karang yang telah di indentifikasi yang potensial untuk mengembangkan kawasan
ekowisata bahari yang terdapat di taman laut nasional Wakatobi dan taman wisata
laut teluk Lasolo serta kepulauan Murang.
g. Mineral Tambang dan Energi
Salah satu
tambang mineral yang telah teridentifikasi di wilayah pesisir dan laut Sulawesi
Tenggara adalah Nikel. Tambang ini telah di kelola oleh PT. Aneka Tambang di
Pomalaa, sedangkan yang terdapat disekitar kecamatan Lasolo (Pulau Bawulu) dan
kepulauan Puda Marang (Pulau Maniang) sampai saat ini belum dikelola secara
maksimal.
h. Sosial Budaya
Jumlah
tenaga kerja yang bekerja pada sektor kelautan dan perikanan di Sultra sampat
tahun 2001 mencapai sekitar 108.192 orang (Dinas Perikanan dan Kelautan
Propinsi Sultra, 2001)
i.
Situasi
Ekonomi
Konstribusi
sektor perikanan terhadap pendapatan Nasional baru mencapai 2.35% atau 25.884,2
miliar dari total PDB Nasional (Dep. Kelautan dan perikanan 2002) jumlah
tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya (2001) yang hanya mencapai
21.463,9 miliar. Dengan demikian julah itu mengalami peningkatan sebesar 8.75
%.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN
1.
Pengembangan Perikanan
Usaha yang
dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan adalah sebagai berikut:
a) Intensifikasi
b) Ekstensifikasi
c) Difersifikasi
d) Rehabilitasi
e) Peningkatan pengadaan sarana dan
prasarana perikanan
f) Peningkatan prasarana pelabuhan perikanan
dan jaringan irigasi untuk pertambangan.
2.
Pengelolaan Sumber Daya Ikan
U/N
Umur
0
Umur
Berdasarkan
gambar diatas, maka terutama perikanan yang belum disentuh manusia.
Selanjutnya,
proses pertembuhan yang secara logistic dirumuskan sebagai berikut
N = as (s – s*)
Dimana:
N = Jumlah Populasi
A = Konstanta
a
= Jumlah Populasi tertentu
s*= Jumlah populasi maksimum
persamaan diatas dapat berarti bahwa, pada awalnya dikenal dengan adanya
pertumbuhan yang proporsional, dimana (N = a . s). sebagaimana ditunjukkan oleh
ketergantungan tingkat kelahiran terhadap besarnya populasi dan yang kedua
adanya pemikiran mengenai lingkungan seperti tersedianya pakan akan menentukan
batas bagi keseimbangan populasi itu sendiri.
3.
Model Penangkapan yang tetap
Misalnya
pengambilan sumber daya ikan dengan tingkat produksi yang tetap (a) dan
jumlah penangkapan ikan itu tidak selalu
besar, sehingga hubungan keseimbangan baru tercapai dan membuat pengurangan
dari persedian (q) sama dengan pertumbuhan secara ilmiah (g).
Hal ini akan
lebih jelas seperti gambar berikut.
MSY
0
S
S0 S* Populasi
Kurva OAS*
menunjukkan hubungan keseimbangan antara persiapan atau populasi (s) dan
penangkapan (q).hasil meksimum yang lestari atau dapat di pertahankan disebut
maksimum sustainable yield (MSY) adalah pada titik A. jumlah persedian (S0)
turun jauh di bawah persedian maksimum (S*), tatapi ini mempertahankan
persediaan atau populasi pada tingkat yang lebih rendah dan akan memaksimalkan
tingkat pertumbuhan populasi atau persediaan itu sendiri, sehingga penangkapan
ikan selanjutnya tidak akan menimbulkan deplisi. Jika penangkapan melebihi MSY,
maka tidak mungkin ada keseimbangan lagi dan persediaan akan menjadi habis.
4.
Model Penangkapan Selektif
B
T
Nilai
0 N M Umur (Tahun)
Berdasarkan
gambar diatas, dimana pertumbuhan bobot ikan demikian pula pada nilai
ekonomisnya meningkat dengan absolutnya pada awalnya, kemudian semakain lambing
menjelang umur dewasa pada titik B.
Pengambilan
pada titik A akan menghasilkan ikan dengan nilai AN. Setiap ON tahun , yaitu
rata-rata pendapatan tahunan yang ditunjukkan oleh lereng OA. Pengambilan pada
M akan memaksimumkan pendapatan tahunan sehingga T. inilah yang disebut dengan
diskonto sebesar NOL. Perlu di catat bahwa iakan jangan di tangkap bila sudah
terlalu tua dan jangan terlalu mudah.
B. PENGEMBANGAN USAHA
Pengembangan usaha merupakan implementasi dari pemanfaatan
semua potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh suatu kawasan. Pengembangan
usaha perikanan budidaya di kawasan Minapolitan merupakan penjabaran dari
strategi pengembangan kawasan. Kegiatan usaha yang berkembang di kawasan
perikanan budidaya adalah :
1. Perbenihan;
2. Pembesaran;
3. Pengolahan;
4. Pembuatan
Pakan.
Untuk menyusun pengembangan usaha di kawasan perikanan
budidaya (Minapolitan) diperlukan suatu perencanaan yang matang, berdasarkan
kedudukan dan strategi pengembangan kawasan.
Rencana pengembangan usaha ini merupakan penjabaran dari
pengembangan kawasan, dimana kegiatan-kegiatan produksi atau pengolahan produk
perikanan yang dilaksanakan di kawasan sentra di integrasikan dengan
pengembangan pusat kawasan (Minapolitan).
Dalam penyusunan rencana pengembangan usaha, beberapa factor yang harus diperhatikan yaitu :
Dalam penyusunan rencana pengembangan usaha, beberapa factor yang harus diperhatikan yaitu :
1. Skala
Usaha;
2. Pasar;
3. Permodalan;
4. Sumber
Daya Manusia (SDM).
Dengan
memperhatikan factor-faktor tersebut, maka disusun strategi pengembangan usaha
di kawasan perikanan budidaya (Minapolitan).
Perencanaan kawasan sentra perikanan (minapolitan)
dapat dinyatakan berhasil apabila dalam implementasi di lapangan terjadi :
1.
Tersusunnya rencana pengembangan kawasan sentra
perikanan di berbagai daerah yang sesuai kaidah yang ditentukan;
2.
Perencanaan kawasan sentra perikanan nasional dan
daerah (minapolitan) ini tersosialisasi dengan baik kepada semua pihak yang
berkepentingan;
3.
Tidak terjadinya benturan dan kesimpangsiuran di
tataran teknis atas model pengelolaan ruang dan kawasan suatu wilayah.
Demikian
tulisan ini disusun, dengan harapan semoga rencana pemerintah Pusat dan Daerah
dapat mencapai sasaran, disamping itu juga perlu diadakan pembinaan dan
sosialisasi kepada para masyarakat dan dunia usaha yang menjadi subyek dan
obyek dari perencanaan kawasan sentra perikanan (minapolitan).
C.
PRINSIP PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN
Prinsip pengelolaan ikan terdiri
dari dua, yakni statis dan dinamis
a. Prinsip pengelolaan Statis
Pengelolaan
sumber daya ikan secara statis, yakni tidak menggunakan tingkat pengambilan
yang secara ekonomis, efisien karena tidak mengetahui dengan pasti mengenai
kondisi-kondisi yang ada.Kondisi-kondisi tersebut meliputi tingkat bunga
tertinggi sebagai penangkapan ikan secara berlebihan. Sedangkan tingkat bunga
rendah, diperlambat proses penangkapan. Disamping itu kondisi waktu penangkapan
yang kurang tepat, sewa dan sebagainya.
b. Prinsip Pengelolaan Dinasmin
Pengelolaan
ini dilakukan dengan cara:
1. Melarang penangkapan ikan pada musim
tertentu
2. Menutup daerah penangkapan tertentu
3. Membatasi jumlah ikan yang di
tangkap
BAB IV
PENUTUP/KESIMPULAN
1. Produksi perikanan di Sultra yang
belum maksimal bila ditingkatkan melalui upaya peningkatan teknologi kepada
para nelayan. Tentunya fasilitas mereka harus diperbaiki dan mereka pun harus
diberikan training strander skill yang lebih baik lagi.
2. Ekspor langsung mulai daerah ini
bisa dilakukan dengan melakukan perbaikan sarana dan insfratruktur penunjang
seperti perbaikan pelabuhan. Hal ini akan meningkatkan nilai tambah pendapatan
bagi daerah dan nelayan yang bersangkutan. Dengan begitu konstribusi pendapatan
daerah regional bruto (PDRB) dari sultra ke nasional dari sektor perikanan
tangkap bisa lebih tinggi lagi. Kondisi ini juga memicu peningkatan perolehan
devisa dari Sultra untuk Negara.
3. Kebijakan penggunaan anggaran baik
kabupaten, daerah dan pusat harus sinkron dan searah. Sehingga tujuan
pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap bisa terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Prasarana dan Sarana Budidaya.
Ditjen Perikanan Budidaya 2009. Pengembangan Kawasan Minapolitan. Jakarta,
Ditjen PB.
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ditjen Perikanan Budidaya 2010. Pedoman Perencanaan Pengembangan Kawasan
Perikanan Budidaya (Minapolitan). Jakarta: Ditjen Perikanan Budidaya.
Muhamad Iman Damara 2011. Kesiapan
Indonesia Menuju Minapolitan, (Kementerian Kebijakan Pertanian BEM KM IPB).
jaktan.generasi.inspirasi@gmail.com
Prof.Dr L.M Harafah SE, MSi, Ekonomi Berkelanjutan (2008)
Data statistik perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra
Data ekspor LPPMHP DKP Sultra
Data produksi PT KML Kendari
Daftar Isi
Daftar isi
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II ACUAN MATERI
A. Kesiapan Indonesia Menuju
Minapolitan
B. Kerangka Berfikir
1. Bagaimana Persiapan Sultra dalam
Program Minapolitan
2. Potensi dan Permasalahan Ekologi
Sultra Secara Berkelanjutan
BAB III ANALISIS / PEMBAHASAN
A. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
B. Pemgembangan Usaha
BAB IV PENUTUP/KESIMPULAN
Daftar Pustaka